Sabtu, 07 Januari 2012

UAS Manajemen Pendidikan


UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH MANAJEMEN PENDIDIKAN

Nama : Dora Wulandari
NIM : 0908036034



LOGO UHAMKA

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA 2011




1. Apakah yang harus direformasi di pendidikan?
Kiranya, sudahlah cukup fakta-fakta yang menunjukkan bahwa memang sudah saatnya bangsa Indonesia menguji kembali paradigma pendidikan. Reformasi di bidang pendidikan merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar. Era reformasi sekaligus memberi harapan, tantangan dan kesempatan; namun berbagai kalangan masih mempertanyakan harapan, tantangan dan kesempatan apa bagi dunia pendidikan kita dalam melakukan reformasi.
Secara makro, gambaran sistem pendidikan masih menunjukkan ciri-ciri sentralisme dan juga masih bersifat tertutup. Di sisi lain, berbagai laporan pendidikan dari dalam maupun luar negeri secara implisit menyebutkan tentang kegagalan pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan pendidikan. Indonesia hanya berada di urutan ke –105 dari 174 negara dalam hal pembangunan manusia-nya, berada di bawah Singapura (22), Brunei (25), Malaysia (56); sementara Indonesia hanya berada pada urutan ke-37 dari 59 negara dalam hal daya saing, berada di bawah Singapura (1), Malaysia (16), dan Thailand (30) (Tilaar, 1999:hal 183). Jika hal demikian dibiarkan terus-menerus tidak mustahil sistem pandidikan kita lambat laun tetapi pasti, akan menjadi sistem pembodohan masyarakat.
Secara mikro, praktek kependidikan di Indonesia masih bertumpu kepada peran guru sebagi ujung tombak pemerintah dalam melaksanakan kebijakan kependidikannya. Namun pentingnya peran guru belum diimbangi oleh kesadaran pemerintah untuk memberdayakannya. Dalam posisi dibutuhkan tetapi tidak diperhatikan itulah maka sebagian guru kita mengalami stagnasi yaitu tidak mampu mengembangkan kreativitas mengajarnya karena tidak terdapat ruang untuk itu. Penelitian dari DR.Marsigit (1996) menunjukkan bahwa guru lebih suka menerapkan metode pembelajaran sesuai petunjuk Kepala Sekolah, Penilik Sekolah atau Pengawas daripada bereksperimen atau mencoba berbagai cara lain; karena hal itu lebih memberi rasa aman dan tenang bagi mereka. Dengan demikian mudahlah dipahami mengapa setiap usaha inovatif kependidikan yang disponsori perguruan tinggi tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai teori dan pengalaman mengajar yang diperoleh melalui penataran, kepelatihan dan studi lanjut di perguruan tinggi, tidak pernah dapat dipraktekan di sekolah; para guru akan kembali mengajar seperti semula ketika mereka kembali ke sekolah.
Gerakan reformasi pada hakekatnya adalah pergulatan antara ‘kemapanan’ dan ‘perubahan’ yang melibatkan unsur-unsur yang sangat kompleks dengan akibat-akibat yang terkadang sulit diduga. Elwyn Thomas (1995) menyebutkan bahwa reformasi pendidikan dapat terjadi oleh paling tidak 4 (empat) sebab yaitu :
·         keadaan sosial politik,
·         ekonomi,
·         budaya dan
·         perkembangan sains dan teknologi.
Reformasi pendidikan akan terwujud jika reformasi politik menghasilkan fase pemerintahan yang mampu menyerap aspirasi dan mampu melakukan koreksi diri sehingga terdapat dorongan untuk melakukan restrukturisasi sistem pendidikan dan mengimplementasikan ideal-ideal pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan kepribadian subyek didik. Dalam jangka pendek, pendidikan berarti proses belajar mengajar di kelas; dalam jangka menengah pendidikan berarti pengembangan subyek didik seutuhnya; dan dalam jangka panjang pendidikan merupakan fenomena kebudayaan yang menyangkut nilai-nilai moral, estetis dan budaya. Reformasi pendidikan jangka pendek perlu diprioritaskan kepada dihilangkannya hambatan teknis penyelenggaraan pendidikan sebagai akibat praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Sedangkan untuk jangka menengah perlunya penataan peraturan perundang-undangan yang menjamin tercapainya tujuan pendidikan dan masyarakat madani sehingga untuk jangka panjang maka sistem pendidikan nasional perlu menjamin pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan hakekat kemanusiaan dan hakekat keilmuan yang dikembangkannya, melestarikan dan mengembangkan terus menerus nilai-nilai kehidupan sesuai dengan kodratnya, dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Di bidang anggaran, reformasi perlu dilakukan untuk meninjau kembali rencana pembiayaan berasal dari pemerintah agar diberi prioritas kepada gaji guru sekolah dasar, dan membebaskan orang tua dari sema biaya pendidikan dasar; untuk itu mobilisasi dana pemerintah (APBN dan APBD) untuk pendidikan dan kepelatihan sekurang-kurangnya 25% dari APBN; penggunaan dana harus dilakukan secara transparan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; dan dana pinjaman luar negeri harus lebih selektif dan diarahkan dan diprioritaskan kepada peningkatan kualtas mutu pendidikan dasar.
Reformasi pendidikan pada level mikro berarti reformasi pendidikan pada tingkat praktik pembelajaran yang dilakukan di kelas oleh para guru. Kita dapat melakukan analisis sederhana berangkat dari kondisi faktual yang ada pada praktek pembelajaran. Di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, ketika bel dibunyikan sebagai tanda istirahat, maka serta merta para siswa kegirangan dan berebutan ke luar; ketika suatu hari diberitahu bahwa gurunya tidak dapat hadir karena sakit maka segenap siswa merasa senang dan lega dan mereka siap melakukan kegiatan yang bervariasi sesuai dengan seleranya masing-masing. Fenomena ini menurut pengamatan penulis terjadi hampir merata di seluruh Indonesia di semua jenjang pendidikan. Yang dapat ditarik kesimpulan dari fenomena ini adalah bahwa situasi dan kondisi kelas pembelajaran bukanlah sesuatu yang menggembirakan bagi subyek didik; lebih dari itu kelas seakan telah menjadi penjara-penjara bagi mereka dan guru seakan-akan adalah sipir-sipir penjara tersebut. Keadaan ini berrangkai bagi guru terhadap sekolah dan kepala sekolahnya; ketika diberitahu bahwa kepala sekolah tidak hadir karena sakit maka dengan serta merta para guru dan karyawan merasa senang dan lega seakan mereka kemudian dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa terkontrol oleh kepala sekolahnya. Sekolah bukanlah tempat yang menyenangkan bagi para guru dan segenap sivitasnya.
Siap atau tidak siap bangsa Indonesia dihadapkan kepada kenyataan bahwa era globalisasi menuntut peningkatan kualitas segenap komponen bangsa di berbagai bidang kehidupan. Teknologi informatika dan komunikasi berarti keterbukaan; dengan demikian maka transparansi, keterbukaan dan partisipasi akan menjadi isu dominan dalam pengembangan pendidikan. Transparansi, keterbukaan dan partisipasi akan memberikan segmen-segmen baru bagi aktivitas dan kegiatan masyarakat sekaligus penciptaan tenaga kerja oleh inisiatif masyarakat.
Dr Paul Suparno SJ, pengamat dan praktisi pendidikan dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada seminar dan dialog interaktif tentang "Reformasi dan Arah Kependidikan" di Malang, mengatakan[1] :
“Bila kita sungguh-sungguh ingin melakukan reformasi di bidang pendidikan, tindakan pertama yang perlu ditempuh adalah mengubah paradigma pembelajaran yang ada sekarang. Paradigma pembelajaran yang harus diganti itu meliputi mekanisme kognitif, guru aktif, penekanan hasil akhir, mata pelajaran berlebihan, ketertinggalan teknologi, sentral pendidikan pada sekolah, ketidaksetaraan jender, dan pembelajaran yang tidak demokratis.”
 Paradigma pendidikan yang berpusat pada sekolah, lanjut Paul, juga harus diubah agar sekolah tidak lagi diisolasikan dari masyarakat. Ini bermanfaat untuk menjadikan sekolah sebagai masyarakat mini. Bagi masyarakat, perubahan ini juga akan menawarkan nilai dan budaya baru untuk memajukan sikap masyarakat yang berpendidikan.
Dengan demikian paradigma pendidikan harus memberi ruang yang selebar-lebarnya bagi partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuknya, pengembangan profesionalitas, manajemen terbuka, pendidikan seumur hidup, kesadaran belajar, keaneka ragaman ketrampilan dan kejujuran dalam berkompetisi. Perkembangan pendidikan secara global, ditandai dengan adanya pergeseran titik pusat pendidikan (pembelajaran) dari pendidik ke si terdidik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menempatkan sibelajar sebagai titik pusat (sentral) dalam pendidikan akan memberikan implikasi yang luas dan berbeda dibanding dengan menempatkan pendidik sebagai titik sentral. ‘Transfer of knowledge’ dari guru ke murid telah dianggap sebagai paradigma yang kurang sesuai dengan hakekat mendidik. Sebagai alternatifnya maka mulai dikembangkan paradigma baru yaitu ‘cognitive-development’ sebagai upaya untuk mengembangkan potensi sibelajar. Dengan demikian peran guru juga mengalami pergeseran dari guru yang berfungsi sebagai pemberi ilmu menjadi berfungsi sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. Sekolah perlu dikembangkan sebagai tempat multi-guna bagi pengembangan kebribadian subyek didik; dengan demikian paradigma persekolahan di waktu sekarang dan yang akan datang adalah bahwa sekolah merupakan laboratorium bagi berkiprahnya subyek didik untuk mengembangkan dirinya.
Paradigma baru pengembangan pendidikan di Indonesia harus selalu dikaji dan diredefinisi agar bangsa Indonesia mempunyai kemampuan secara fleksibel dan dinamis untuk menyesuaikan keadaan di sekitar dan dapat memperkirakan kebijakan-kebijakan di masa mendatang. Belajar dari negara-negara Barat, maka pengembangan pendidikan di Indonesia dapat merefleksikan dirinya ke dalam kutup-kutup pola pengembangan pendidikan melalui kajian paradigma bidang : politik pendidikan, filsafat pendidikan, pandangan tentang keilmuan, nilai atau moral, teori kemasyarakatan, teori tentang subyek didik, kemampuan, evaluasi, sumber ajar/belajar, dan budaya. Interaksi dan komunikasi antar segmen bangsa akan memberikan perspektif ke depan tentang ke mana bangsa ini akan menuju. Di dalam implementasi pembelajaran, maka akan tampak jelas perbedaan antara pendidikan yang belum inovatif (tradisional) dan pendidikan yang sudah inovatif (progresif). Perbedaan tersebut tampak seperti berikut:

Reformasi Pendidikan dari Pembelajaran Tradisional
dengan Pembelajaran Progresif (Inovatif)

No
Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Progresif (Inovatif)

1
Bersifat Nasional (terpusat)
Mengadapsi ciri kedaerahan (otonomi)
2
Memberikan pendidikan otak
Memberikan pendidikan yang bulat (jasmaniah, rokhaniah, social, emosional dan juga intelektual)
3
Mengutamakan hafalan
Mendidik untuk memecahkan soal-soal hidup
4
Pendidikan untuk anak-anak yang pandai
Untuk semua anak
5
Menyampaikan kebudayaan
Turut serta dalam pembudayaan
6
Siswa pasif (mendengar)
Siswa aktif
7
Pelajaran saling terpisah
Pelajaran dipadukan
8
Beroientasi kepada buku teks
Berorientasi kepada kehidupan
9
Menilai murid berdasarkan pekerjaan
Menggunakan bermacam-macam cara untuk menilai murid
10
Pelajaran bersifat abstrak (ceramah)
Mengembangkan alat bantu mengajar
11
Pelajaran dengan klasikal
Kelompok/individual
12
Pelajaran bersifat formal
Tidak begitu formal
13
Materi yang sama untuk semua siswa
Materi sesuai dengan kebutuhan individu
14
Mengajar berisifat transmisi/transfer of knowledge
Murid menemukan dan membangun
struktur pengetahuan
15
Mendorong persaingan
Mendorong kerja-sama
16
Guru otoriter/mewajibkan
Kerjasama guru-murid-murid/kooperatif
17
Pendidikan uniformitas (penyeragaman)
Realitas hidup/mengakui perbedaan
18
Berorientasi kepada hasil
Hasil adalah juga termasuk prosesnya
19
Motivasi belajar bersifat eksternal
Motivasi belajar bersifat internal
20
Disiplin dan hukuman
Kesadaran dan tidak ada hukuman
21
Mencari jawaban benar
Jawaban salah bernilai pedagogis
22
Matematika sebagai ilmu kebenaran
Matematika sebagai proses berfikir
23
Pendidikan sebagai investasi
Pendidikan merupakan kebutuhan
24
Siswa sebagai empty vessel
Siswa perlu tumbuh dan berkembang
25
Metode mengajar tunggal
Metode mengajar barvariasi/fleksibel
26
Alat peraga sulit dikembangkan
Kreativitas guru dan lingkungan
bermanfaat untuk mengembangkan alat peraga
27
Mengajar dengan tergesa-gesa
Sabar dan menunggu sampai siswa dapat memahami konsep matematika




2. Sebutkan Gaya Kepemimpinan Presiden RI ?( Presiden pertama s.d sekarang )

1.  Presiden Soekarno (Masa Bakti 1945 – 1966)
·         Gaya kepemimpinan Presiden Soekarno
Jika kita merunut jauh ke belakang, sejarah pernah mencatat, negara Republik Indonesia menjadi salah satu negeri yang diperhitungkan di masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Gaya kepemimpinan dan retorika yang dimiliki Bung Karno -begitu pahlawan proklamator itu akrab disapa-, telah menghipnotis dunia.
Meski Indonesia masih carut marut sebagai negeri yang baru lepas dari kungkungan kolonialisasi, namun republik ini benar-benar mampu berdiri sama tinggi dengan negeri-negeri lainnya. Di tengah centang perenangnya himpitan ekonomi dan sosial yang mendera, secara politis Indonesia begitu kokoh di mata dunia.
Bahkan dalam satu kunjungannya ke Amerika Serikat, Bung Karno berani menunjuk hidung Presiden John F Kennedy yang saat itu menjadi icon negara super power planet bumi ini.
Gaya kepemimpinan Soekarno yang progresif dan meledak-ledak, membuat negeri ini begitu menonjol. Ketika negara-negara baru lainnya tunduk pada dua kekuatan besar dunia, Uni Sovyet di blok Timur dan Amerika serikat di blok Barat, Indonesia mampu menjadi pemrakarsa gerakan baru dengan digelarnya konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 silam.
Konferensi yang menghasilkan Dasa Sila Bandung itu menjadi cikal bakal gerakan non blok yang benar-benar menempatkan Indonesia dalam posisi strategis peta politik dunia.
Surutnya kepemimpinan Soekarno diganti dengan era Presiden Soeharto. Meski tidak seprogresif Soekarno, Soeharto yang dikalangan luar negeri dikenal dengan sebutan The Smiling General, masih mampu menempatkan Indonesia di tempat terhormat.
Sebagai negara besar di kawasan Asia, Indonesia begitu dipandang. Politik luar negeri bebas aktif yang dianut negeri ini, membuat Indonesia bisa begitu lincah menjalin hubungan. Selain itu, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia juga mendapat tempat di negeri-negeri dengan komunitas serupa.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu the founding father organisasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Senioritas kepemimpinan Soeharto -terlepas dari segalam macam persoalan yang mendera di dalam negeri-, telah membuat Indonesia menjadi rujukan bagi negeri-negeri tetangga lainnya, baik di bidang politik, ekonomi maupun keamanan.Bisa dikatakan, dalam kepemimpinan dua presiden pertama tersebut, harga diri bangsa ini terjaga dengan utuh.

2.     Presiden Soeharto (Masa Bakti 1966 – 1998)

·         Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto
Pemimpin yang punya visi dan misi. Target jangka pendek dan jangka panjangnya sangat jelas. Mahir dalam strategi, detailis dan pandai dalam menggunakan kesempatan. Pembawaaannya formal dan tidak hangat dalam bergaul.
Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Dalam gaya kepemimpinan Pak Harto, unsur manusia sangat menonjol. Bapak Presiden memiliki kemampuan luar biasa dalam mengelola sumberdaya manusia Indonesia, sehingga seluruh potensi bangsa dapat bergerak serempak ke arah kemajuan bersama. Dengan perkataan lain, manajemen gaya Soeharto adalah manajemen sumberdaya manusia yang sangat handal
Penuh dengan intrik dan kontoversi, seperti pengambil alihan kekuasaan dari soekarno yang sampai saat sekarang masih menimbulkan pro kontra. Semua usaha keras selama memimpin tercoreng dengan semakin merajalelanya korupsi di zaman pemerintahannya.
Dalam hal ini dan dalam berbagai aspek lain, Soeharto dapat dilihat sebagai seorang "Stalinis" a la Jawa yang juga mengenal fenomena sejarah tersebut. Dalam rangka ini, Soeharto tidak kenal teman, pendukung, atau sekutu lama. Dia sangat ruthless memecat dan minyingkirkan orang yang dia pandang tidak berguna atau tampil sebagai rival. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan orde Lama Soekarno. orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
dramatis gaya kepemimpinan Rezim Orde Baru (Soaharto) adalah Otoriter/militeristik. mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau. Orde Baru Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Tipe Presiden Soeharto Rezim orde Baru (otokratik)
a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau intruksi
d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.

3.     Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie (Masa Bakti 1998 – 1999)

 

·         Gaya kepemimpinan Presiden Habibie

Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya

Habiebi sangat terbuka dalam berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habiebi pada dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.

Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi terhadap kritik

 

4.     Presiden Abdurrahman Wahid (Masa Bakti 1999 – 2001)

 

·         Gaya Kepimipinan Presiden Abdurrahman Wahid

Gaya Kepimipinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambil keputusan atau kebijaksanaan.

5.     Presiden Megawati Soekarnoputri (Masa Bakti 2001 – 2004)


·         Gaya kepemimpinan Megawati
Gaya kepemimpinan Megawati bila dilihat berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan ideal yang dimiliki. Megawati tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu, menunjukkan determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan-persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh.


6.     Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( Masa Bakti 2004 - …… )

·         Gaya Kepemimpinan SBY

Gaya Kepemimpinan SBY berdasarkan ciri-ciri dari Kepemimpinan ideal yang sesuai dengan beliau diantaranya adalah, pengetahuan umum yang luas seperti yang telah dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual, kemudian kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan dalam mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga dimiliki beliau dimana terlihat dampaknya pada kabinet yang dipimpinnya.



3. Sebutkan proses pengambilan keputusan dan buat contohnya?
Matlin(1998) menyatakan  bahwa  situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu   pengambilan   keputusan.  Setelah seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan maka selanjutnya dia akan melakukan tindakan untuk mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada[2].
Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan  yang  lain  berbeda-beda  sesuai  dengan  kondisi  masing-masing  individu.  Ada  individu yang dapat segera menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah  dilakukan,  namun  ada  juga individu  lain  yang  tampaknya  mengalami  kesulitan untuk  menentukan  sikapnya.
Dalam praktiknya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Arroba (1998) menyebutkan 5 faktor faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, yaitu:
1.     informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi;
2.    tingkat pendidikan;
3.    personality;
4.    coping, dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan  permasalahan (proses adaptasi); dan
5.    culture.
Hal senada dikemukakan  Siagian (1991) bahwa terdapat  aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Adapun aspek internal tersebut antara lain :
  • Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung  akan  berpengaruh  terhadap  pengambilan  keputusan.  Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.
  • Aspek kepribadian. Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan.
Sementara aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain :
  • Kultur. Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan.
  • Orang lain. Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh  atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalam melakukan pengambilan  keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan  pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam mengambil  keputusan.
Dengan demikian, seseorang yang telah mengambil keputusan, pada dasarnya dia telah melakukan pemilihan terhadap alternatif-alternatif yang ditawarkan kepadanya. Kendati demikian, hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kemungkinan atau pilihan yang tersedia bagi tindakan itu akan dibatasi oleh kondisi dan kemampuan individu yang bersangkuran,  lingkungan  sosial,  ekonomi,  budaya,  lingkungan  fisik  dan aspek psikologis
Pemimpin pendidikan sebagai problem solver dituntut untuk memiliki kreativitas dalam memecahkan masalah dan mengembangkan alternatif penyelesaiannya. Berpikir kreatif untuk memecahkan masalah dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahap orientasi masalah, yaitu merumuskan masalah dan mengindentifikasi aspek aspek masalah tersebut. dalam prospeknya, si pemikir mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalahyang dipikirkan.
Tahap preparasi. Pikiran harus mendapat sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian informasi itu diproses untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap orientasi.
Tahap inkubasi. Ketika pemecahan masalah mengalami kebuntuan maka biarkan pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan bekerja secara otomatis untuk mencari pemecahan masalah.
Tahap iluminasi. Proses inkubasi berakhir, karena si pemikir mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian (insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah.
Tahap verifikasi, yaitu melakukan pengujian atas pemecahan masalah tersebut, apabila gagal maka tahapan sebelummnya harus di ulangi lagi.
Dalam hal mengambil keputusan, antar individu yang satu dengan individu yang lain melakukan pendekatan dengan cara yang tidak sama. Setiap orang mempunyai cara unik dalam mengambil keputusan. Jadi ada gaya yang berbeda-beda antar individu yang satu dengan yang lain dalam melakukan pengambilan keputusan. Harren (1980) menyebutkan gaya pengambilan keputusan adalah cara-cara unik yang dilakukan seseorang di dalam membuat keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
Gaya pengambilan keputusan bersifat melekat pada kondisi seseorang. Gaya pengambilan keputusan dipelajari dan dibiasakan olehindividu dalam kehidupannya, sehingga menjadi bagian dan miliknya serta menjadi pola respon saat individu menghadapi situasi pengambilan keputusan. Gaya pengambilan keputusan juga menjadi ciri atau bagian unik dari individu (Phillips, dkk. 1984).
Harren, dkk. membedakan pengambilan keputusan ke dalam 2 (dua) gaya pengambilan yang berseberangan yaitu gaya rasional dan intuitif. Penggolongan dua gaya ini di dasarkan atas:
• Tingkat individu menggunakan strategi pengambilan keputusan yang bersifat emosional.
• Cara individu mengolah dan menanggapi informasi serta melakukan evaluasi dalam situasi pengambilan keputusan.[3]

Di bawah ini adalah contoh kasus pengambilan keputusan :


Penelitian Implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan: studi kasus di kabupaten Kendal dan kota Surakarta.ini juga bertujuan untuk mengkaji prospek implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di tingkat kabupaten/kota. Cakupan penelitlan ini meliputi faktor Translation ability para pelaku kebijakan, termasuk kapasitas sumberdaya manusia dan pemahamannya terhadap kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan, manajemen dan organisasi, pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, yang diadopsi dari Teori Gerston (2002). Sedangkan wilayah penelitian ini adalah kabupaten Kendai dan kota Surakarta, Sawa Tengah. Berdasarkan karakteristik tujuan penelitian yang ingin dicapai maka pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif/naturalistik karena peneliti menghendaki kejadian-kejadian yang berkaitan dengan fokus yang alamiah. Dengan mengguilakan metode kualitatif maka informasi yang didapat lebih lengkap, mendalam, dan dapat dipercaya. Dengan metode kualitatif, dapat pula ditemukan informasi yang bersifat perasaan, norma, nilai, keyakinan, kebiasaan, sikap mental, dan budaya yang dianut dari seseorang maupun kelompok orang.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, dilihat dari perspektif policy initiation, proses pengambilan keputusan tidak ditentukan secara obyektif oleh analisis kebutuhan (need analysis) dalam pemecahan masalah publik tetapi lebih ditentukan oleh items para aktor penentu kebijakan daerah yang jangkauannya lebih berjangka pendek. Proses pengambilan keputusan yang berlaku sampai saat ini cenderung berakibat pada kurang relevannya kebijakan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam praktik, aktor utama Bupati/Walikota dan Komisi E DPRD, jauh lebih dominan dan saling mempengaruhi dalam penetapan kebijakan, dibanding aktor pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan. Dalam penetapan dan implementasi kebijakan, publik belum dilibatkan dan diberdayakan, serta belum dimobilisasi secara signifikan. Kedua, Kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/kota dipandang dari konsep "translation ability' belum cukup efektif dalam pengelolaan pelayanan pendidikan di daerah masing-masing. Para pegawai Dinas Pendidikan memiliki rata-rata latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dan latar belakang pekerjaan yang cukup relevan namun posisi tawar (bargaining position) dari Dinas Pendidikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan aktor lainnya, yaitu Bupati/Walikota dan DPRD. Sebaliknya, aktor utama (Bupati/Walikota dan DPRD) yang memiliki posisi tawar lebih tinggi cenderung memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah dan latar belakang pekerjaan yang kurang relevan. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang tidak seimbang ini mengakibatkan adanya imbalance structure dalam proses interaksi antar-aktor dalam implementasi kebijakan pendidikan. Akibatnya, keputusan yang diambil dalam penentuan maupun dalam implementasi kebijakan cenderung kurang berkualitas, dan yang paling dirugikan adalah masyarakat sebagai pengguna kebijakan di bidang pendidikan. Ketiga, Organisasi dan manajemen sebagai support system belum dapat memberikan fasilitas terhadap berjalannya implementasi kebijakan pendidikan kepada masyarakat. Aparatur Dinas Pendidikan sebagai pelaksana kebijakan cenderung lebih berfungsi sebagai sub-ordinasi dari aktor-aktor penentu kebijakan daripada sebagai mitra sejajar yang tugasnya melaksanakan berbagai inovasi dalam pelayanan pendidikan agar semakin berkualitas. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara kebijakan publik, aparatur pendidikan cenderung kurang berorientasi pada kebutuhan masyarakat (demand driven) tetapi lebih berorientasi secara politis pada kepentingan kepala pemerintahan. Perbedaan nomenklatur nama Dinas dan struktur organisasi menimbulkan kesulitan dalam koordinasi antar kabupaten/kota, dengan pemerintah propinsi, serta pemerintah pusat, terutama dalam pelaksanaan program pengembangan kapasitas institusi. Keempat, Penyediaan anggaran untuk implementasi kebijakan pendidikan dan jenis-jenis programnya bervariasi antara kedua daerah otonom tersebut. Pemerintah Kendal mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar dibanding anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah Surakarta. Jika dilihat pemanfaatannya, masih cenderung mengalokasikan anggaran pendidikan untuk program-program fisik. Temuan sejalan dengan temuan Paqueo dan Lammert yang mengkaji pengalaman beberapa negara dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah. Kajian Paqueo dan Lammert menemukan indikator yang menunjukkan adanya kecenderungan para politisi lokal (penentu kebijakan) menggunakan dana untuk membiayai kegiatan - kegiatan fisik, dan program yang cepat dapat dilihat hasilnya dalam jangka pendek. Kelima, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi implementasi kebijakan pendidikan baik di kabupaten Kendal maupun kota Surakarta secara minimal terpenuhi tetapi tidak didukung dengan biaya perawatan yang memadai.
Penelitian ini juga mengindikasikan adanya kecenderungan yang konsisten dan menarik di kedua daerah tersebut, bahwa pengajuan anggaran pengadaan sarana dan prasarana baru lebih murah daripada pengajuan anggaran untuk perawatan dan perbaikan sarana dan prasarana yarg sudah ada. Keenam, Indonesia sebagai negara yang memiliki cakupan wilayah yang luas, menerapkan kebijakan otonomi daerah. Salah satu pertimbangan mendasar adalah bahwa tidak mungkin pemerintah mengurus pemerintahan sendiri tanpa membagi kewenangan, dan sekaligus tanggung jawab dengan pemerintah daerah, juga dengan masyarakat sebagai pengguna kebijakan.
Hasil penelitian juga memberikan beberapa saran sebagai berikut. Bagi Pemerintah; Pertama untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, perlu dilakukan peninjauan dan penyempurnaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan otonomi daerah; Kedua, untuk mengurangi "beban" pemerintah kabupaten/kota dalam mengimplementasikan otonomi daerah bidang pendidikan, perlu dilakukan peninjauan kembali kewenangan dan tanggung jawab bidang pendidikan yang diberikan kepada kabupaten/ kota, sesuai dengan translation ability dan kapasitas yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota. Salah satu kewenangan kabupaten/kota yang perlu dipertimbangkan kembali adalah kewenangan yang terkait dengan rekrutmen guru. Bagi Pemerintah kabupaten/kota. Pertama agar implementasi kebijakan otonomi daerah lebih efektif, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih banyak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan; Kedua, agar implementasi kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah perlu memperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang relevan dengan bidang pendidikan, dalam pengangkatan atau pengisian jabatan masing-masing aktor kebijakan di daerah; Ketiga, untuk mempercepat implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan pemerintah daerah perlu memiliki program-program aksi, antara lain: peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, peningkatan translation ability, penataan struktur organisasi dan manajemen, dan peningkatan anggaran pendidikan. Bagi peneliti. Peneliti perlu melakukan kajian dan uji coba lebih lanjut dengan menggunakan alternatif pendekatan implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan untuk memperhatikan beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi implementasi otonomi daerah bidang pendidikan di kabupaten/kota, yaitu: (1) politik, (2) translation ability, (3) Komitmen, (4) Kompetensi dan kapasitas sumberdaya manusia, (5) organisasi dan manajemen, (6) dana penunjang, (7) sarana dan prasarana, (8) Budaya dan karakterstik masyarakat, dan (9) kepastian hukum dan undang-undang yang menjadi dasar implementasi. Temuan penelitian ini mendukung pendapat Gerston mengenai faktor - faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan publik. Namun, ada beberapa faktor potensial lainnya yang direkomendasikan penelitian ini untuk dipertimbangkan dalam implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan.[4]
4. Sebutkan sistem MBS di Negara lain! (minimal 3 negara)
Dari asal usul peristilahan MBS adalah terjemahan langsung dari School – based Management (SBM). Istilah ini mula mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970 an.
Berikut adalah sistem MBS di berbagai Negara :
1.    Model MBS di Selandia Baru
Di Selandia Baru , perhatian masyarakat luas untuk terlibat dalam pendidikan sudah tampak sejak tahun 1970-an dengan adanya Konfrensi Pengembangan Pendidikan (Education Development Conference) yang melibatkan 60.000 orang dalam 4000 kelompok diskusi.
Salah satu hal yang mempermudah pelaksanaan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Selandia Baru adalah keterbukaan pemerintah untuk menerima rekomendasi laporan Picot (1988) bahwa perlu dilakukan transfer kekuasaan / kewenangan yang sesungguhnya dalam pengambilan keputusan dari jajaran birokrasi pemerintah ke tingkat sekolah. Hal itulah yang oleh Chapman disebut sebagai perubahan dramatis.
Laporan Picot menyimpulkan bahwa saat itu struktur administrasi pendidikan di Selandia Baru terlalu sentrlistis dan terlalu kompleks dengan adanya titik titik pengambilan keputusan yang terlalu banyak. Ia meyakini bahwa sistem administrasi yang efektif harus sedehana mungkin dan keputusan harus dibuat sedekat mungkin dengan tempat pelaksanaan pendidikan.
Ditambah lagi kepedulian masyarakat Selandia Baru terhadap pendidikan sudah tumbuh sehingga struktur pengelolaan pendidikan yang ada di pemerintahan pusat tak mungkin lagi dipertahankan. Pemerintah pun menanggapi laporan Picot tersebut dengan sungguh sungguh.
Sejak tahun 1989 tiap tiap sekolah akan memiliki dewan sekolah yang mayoritas anggotanya terdiri dari orang tua siswa yang keanggotaannya disetujui oleh menteri. Dewan sekolah itulah yang membuat kerangka kerja operasional sekolah. Lebih dari 90% pembiayaan sekolah akan di desentralisasikan ke masing masing sekolah yang kemudian sistem ini disebut School – Based Budget. Staf sekolah akan diseleksi dan diangkat oleh sekolah itu sendiri.
Tahun 1989 pemerintah Selandia Baru mengeluarkan Undang Undang Pendidikan (Education Act) . Setelah itu, pada tahun 1990 sistem pendidikan di sana dijalankan secara desentralistik .Benar bahwa saat itulah sistem pendidikan mengalami reformasi besa besaran. Berbagai bentuk perubahan dalam pengelolaan pendidikan di Selandia Baru didasarkan pada laporan Picot yang berjudul “ Administering for Excellence Effective Administration in Education” yang memuat lima kritik terhadap sistem pendidikan di Selandia Baru, yaitu pengambilan keputusan yang terlalu sentralistik, kompleksitas titik titik pengambilan keputusan , kurangnya informasi dan pilihan, kurangnya efektivitas praktik manajemen , dan perasaan ketidakberdayaan.
Di Selandia Baru, masing masing sekolah diatur oleh dewan pengawasnya sendiri yang dipilih yang didominasi anggota masyarakat. Dewan ini mengangkat dan memecat staf, tetapi gaji ditentukan secara nasional. Dewan itu memilih atau mengaembangkan kurikulum (sesuai tujuan nasional) menentukan bahasa intruksi, memilih tau mengembangkan materi pengajaran termasuk buku teks , serta mengelola block grants pembiayaan dari pemerintah nasional. Karena mereka memperoleh dan mempertunjukkan kapasitas untuk mengelola. Beberapa reformasi dirancang sebagai peluang bagi masyarakat untuk belajar bagaimana cara mengelola sekolah. Di Selandia Baru, misalnya, “Pada satu waktu 20.000 orang (sebagian orang tua) sedang belajar bagaimana cara menetapkan kebijakan untuk mengatur hak milik, personil, keuangan dan kurikulum ..” dan untuk “.. menciptakan lingkungan belajar yng nyata di pusat pusat belajar masa kanak kanak , sekolh sekolah dan institusi-institusi tersier “, O’Rourke di Perris,1998 dalam (Welsh,2003:28)
Semua reformasi tersebut didasarkan kepada premis bahwa orang orang yang bukan profesional dalam bidang pendidikan dapat mengelola sekolah secara effektif. Dalam prakteknya semua reformasi bermula dengan sejumlah kehati hatian , yang setahap demi setahap memperluas otoritasnya kepada masyarakat
Kementerian yang menggunakan tes prestasi nasional, menilai kinerja sekolah. Kementrian nasional mengatur (melalui piagam sekolah,pent.) semua sekolah. Dewan pengawas memiliki otonomi penuh dalam hal bagaimana mereka menjalankan sekolah mereka, tetapi kementrian itu mempunyai hak campur tangan jika kinerjanya tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam piagam itu . Perris,1998 dalam (Welsh,,2003:26)
Akhir akhir ini setiap sekolah dasar disana juga memiliki komite sekolah yang anggotanya terdiri dari warga setempat dan dipilih setiap dua tahun. Dewan pendidikan provinsi juga ada yang dibentuk berdasarkan perwakilan dari komite sekolah.Dewan pendidikan provinsi tersebut memiliki tanggung jawab untuk menentukan berbagai macam pekerjaan termasuk diantanya pemilihan guru guru dan menentukan alokasi anggaran bantuan sekolah (grant)
Sebagian sekolah menengah atas ( secondary school) dikontrol dan dikelola oleh dewan gubernur yang keanggotannya kebanyakan dari orang tua siswa dan anggota masyarakat lainnya.Kerangka kerja kurikulum nasional masih akan berlaku , namun masing masing sekolah mengembangkan pendidikan khusus kepada siswanya. Dukungan pendanaan pendidikan di sekolah dijalankan dengan sistem quast-free market dimana sekolah akan membuat perencanaan dan keleluasaan pengelolaan dana sekolah.

2.    Model MBS di Inggris
Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen dana
swakelola pada tingkat local. Ada enam perubahan structural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS di Inggris, yakni:
a.    kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang ditentukan oleh pemerintah (Whitehall);
b.    ada ujian nasional bagi siswa kelas 7, 11, 14 dan 16;
c.    MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan local agar dapat memperoleh bantuan dana dari pemerintah;
d.    adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik kejuruan;
e.    kewenangan Inner London Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pemerintah;
f.     skema manajemen sekolah local dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti:
a) peran serta secara terbuka pada masing-masing sekolah dalam otoritas pendidikan local,
b) alokasi sumber daya dirumuskan oleh masing-masing sekolah,
c) ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam membiayai kegiatnnya,
d) memberdayakan badan pengelola pada masing-masing sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, dan
e) memberikan informasi kepada orangtua mengenai prestasi guru.[5] Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya komitmen politik serta undangundang pendidikan yang mengatur penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.

3.    Model MBS di Hongkong
Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen
sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan.
Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.[6]


4.    Model MBS di Kanada
Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakan
ditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut Sumgkowo (2002)[7], ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektivitas guru dan adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).[8]

5.    Model MBS di Amerika Serikat
Sistem pendidikan di AS, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS di AS disebut Side-Based Management (SBM) yang menekankan partisipasi dari berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model MBS di Amerika Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua ciri utama reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :
a. Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local masih bertanggungjawab keatas.
b. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang kepada para orang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta menggaji dan memberhentikan staf.[9]

6.    Model MBS di Australia
Di Australia lebih seratus tahun sampai awal tahun 1970-an pengelolaan pendidikan diatur oleh pemerintah pusat (sistem sentralistik). Terjadi perubahan pada awal tahun 1970-an dan berlanjut sampai tahun 1980-an, khususnya dalam hal pengelolaan dana dan desentralisasi administratif.
Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah yang meliputi: pertama, menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kedua, melakukan pengelolaan sekolah dapat dipilih diantara tiga kemungkinan, yaitu Standart Flexibility Option (SO), Enhanced Flexibility Option – (EO 1), dan Enhanced Flexibility Option – (EO 2). Ketiga, membuat perencanaan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan.
Keempat, adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS. Kelima, menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan. Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya sekolah[10].

7.    Model MBS di Perancis
Di Perancis, sebelum terjadi reformasi dalam pendidikan, sistem pengelolaan pendidikannya sangat sentralistik. Terjadi perubahan mendasar pada tahun 1982-1984, dimana otoritas local memiliki tanggungjawab terhadap dukungan financial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas diperluas ke beberapa area. Masing-masing sekolah menerima anggaran secara langsung terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah menentukan jenis staf yang dibutuhkan untuk program-program khusus yang dilaksanakan sekolah.[11]

8.    Model MBS di Nikaragua
Model MBS di Nikaragua difokuskan pada mendesentralisasikan pengelolaan sekolah dan aggaran sekolah yang keputusannya diserahkan kepada dewan sekolah (consenjos direvtivos).
Pelaksanaan MBS di Nikaragua didasarkan pada teori yang berpendapat bahwa sekolah otonom (centros autonomos) harus dikelola secara mandiri yang diarahkan/ ditekankan pada keterlibatan orantua siswa. Selain itu, sekolah memiliki kemampuan untuk menarik sumber daya dari masyarakat lokal melalui biaya pendidikan (tuition fee) dan sumbangan tenaga. MBS sebagai bentuk desentralisasi pendidikan di Nikaragua menyangkut empat tahapan penting, yaitu desentralisasi kebijakan, perubahan organisasi sekolah, penyesuian gaji, memantapkan dan menarik sumbangan pendidikan, pemilihan buku pelajaran dan melakukan evaluasi terhadap para guru. Dewan sekolah juga memiliki kewenangan untuk mengalokasikan dana, mengelola pendapatan sekolah, program pelatihan dan dalam hal kurikulum yang dianggap sesuai.

9.    Model MBS di Elsalvador
Model MBS di Elsalvador disebut Community Mangred School Program (CMSP), kemudian lebih dikenal dengan nama akronim Spanyol EDUCO (Education con Participation de la Comunidad). Maksud dari model ini untuk mendesentralisasikan pengelolaan sekolah negeri dengan cara meningkatkan keterlibatan orangtua di dalam tanggungjawab menjalankan sekolah. Filosofi dari program EDUCO adalah pertama, bahwa orang-orang local dapat menjalankan sekolah didalam komunitas mereka secara lebih efisien dan efektif daripada dijalankan oleh birokrasi yang sentralistik.

5. Apakah yang dimaksud dengan berpikir sistemik? dan buat contohnya!
Pendekatan sistem merupakan suatu metode ilmiah, dimana proses pencapaian hasil atau tujuan logis dari pemecahan masalah dilakukan dengan cara efektif dan efisien. Menurut Reigeluth, pendekatan sistem adalah transaksi dari suatu urutan logis dari operasi untuk tujuan mengubah satu atau lebih faktor dalam suatu sistem. Penerapan pendekatan sistem ini dapat membantu mencapai suatu efek sinergitis dimana tindakan-tindakan berbagai bagian yang berbeda dari sistem tersebut bila dipersatukan akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan terpisah bagian demi bagian. Jadi, pendekatan sistem merupakan aplikasi pandangan sistem (system view or system thinking) dalam upaya memahami sesuatu atau untuk memecahkan suatu permasalahan secara lebih efektif dan efisien.
Pendekatan sistem dapat dihubungkan dengan analisis kondisi fisik (misalnya: sistem tata surya, rakitan mesin), dapat dihubungkan dengan analisis biotis (misalnya: jaring-jaring ekologis, koordinasi tubuh manusia), dan dapat dihubungkan dengan analisis gejala sosial (misalnya: kehidupan ekonomis, gejala pendidikan, pola nilai hidup). Analisis sistem sosial relatif lebih rumit dibanding analisis sistem fisik dan sistem biotis, sistem sosial seperti sistem pendidikan pada umumnya bersifat terbuka, yaitu suatu sistem yang mudah dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di luar sistem (rentan terhadap pengaruh luar). Sebagai contoh, sistem persekolah yang mudah dipengaruhi oleh situasi/trend di masyarakat dan kebijakan pemerintah. Karakter sistem pendidikan yang bersifat terbuka ini menuntut konsekuensi penyelenggaraan pendidikan sekolah yang lebih kritis dan kreatif dalam mencari alternatif pengembangan secara berkesinambungan.
Pendekatan sistem adalah upaya untuk melakukan pemecahan masalah yang dilakukan dengan melihat masalah yang ada secara menyeluruh dan melakukan analisis secara sistem. Pendekatan sistem diperlukan apabila kita menghadapi suatu masalah yang kompleks sehingga diperlukan analisa terhadap permasalahan tadi, untuk memahami hubungan bagian dengan bagian lain dalam masalah tersebut, serta kaitan antara masalah tersebut dengan masalah lainnya. Keuntungan yang diperoleh apabila pendekatan sistem ini dilaksanakan antara lain :
  1. Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan yang sifatnya terbatas akan dapat dihindari.
  2. Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
  3. Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih cepat dan objektif.
  4. Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program. Jadi pelbagai kemungkinan yang tersedia dapat diperhitungkan, sehingga tidak ada yang luput dari perhatian. Sekalipun demikian bukan berarti pendekatan sistem tidak mempunyai kelemahan, salah satu kelemahan yang penting adalah dapat terjebak dalam perhitungan yang terlalu rinci, sehingga menyulitkan pengambilan keputusan dan dengan demikian masalah yang dihadapi tidak akan dapat diselesaikan.
Dalam pendekatan sistem upaya pemecahan masalah secara menyeluruh dilakukan dengan analisa sistem. Ada banyak batasan tentang analisa sistem, beberapa di antaranya:
  1. Analisa sistem adalah proses untuk menentukan hubungan yang ada dan relevansi antara beberapa komponen (subsistem) dari suatu sistem yang ada.
  2. Analisa sistem adalah suatu cara kerja yang dengan mempergunakan fasilitas yang ada, dilakukan pengumpulan pelbagai masalah yang dihadapi untuk kemudian dicarikan pelbagai jalan keluarnya, lengkap dengan uraian, sehingga membantu administrator dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam suatu analisa sistem yang baik adalah :
  1. Tentukan input dan output dasar dari sistem.
  2. Tentukan proses yang dilakukan di tiap-tiap tahap.
  3. Rancang perbaikan sistem dan lakukan pengujian dengan :
- Fersibility : cari yang memungkinkan
- Viability : kelangsungan
- Cost : cari yang harganya murah/terjangkau
- Effectiveness : dengan input yang sedikit, output besar.
4. Buat rencana kerja dan penunjukkan tenaga.
5. Implementasikan dan penilaian terhadap sistem yang baru.
Pendekatan sistem adalah satu kesatuan dalam: (1) a way of thinking (filsafat sistem), yaitu sebuah paradigma baru dari persepsi dan penjelasan, yang diwujudkan dalam gabungan, berpikir holistik, tujuan-mencari, hubungan sebab akibat, dan proses-penyelidikan yang fokus dengan titik sasaran dapat menggambarkan suatu rancang bangun atau unsur pendekatan sistem yang akan bermanfaat dan mudah diaplikasikan pada tugas-tugas manajerial dalam konteks merumuskan strategi.
(2) a method or technique of analysis (analisis sistem), yaitu pengamatan dan pemeriksaan fenomena yang berhubungan untuk tujuan memahami cara berinteraksi dari beberapa faktor dan mempengaruhi kinerja sebuah sistem dalam periode waktu yang lama (Reigeluth). Analisis sistem menekankan pada metode berfikir dan bekerja mengenai bagaimana menggunakan sumber-sumber yang tersedia secara optimal atau pendekatan yang bermanfaat pada proses pengambilan keputusan baik yang dilakukan pada tingkat manajerial maupun operasional.
(3) a managerial style (manajemen sistem), yaitu menekankan pada metode berfikir dan bekerja dengan titik sasaran pada upaya pencarian manfaat. Manajemen sistem menggunakan metode sintesis (memadukan semua unsur dalam satu kesatuan), untuk mengintegrasikan operasi kerja melalui perencanaan operasional sehingga jaringan hubungan antar komponen menjadi jelas atau pendekatan yang berguna dalam pengelolaan organisasi-organisasi besar terutama dalam pengelolaan fungsi, proyek, atau program-program.
Salah satu model sistem yang sangat umum adalah model ”masukan-proses-hasil”, dimana antara masukan dan hasil terdapat sebuah proses yang memiliki banyak komponen yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama. Sistem Pendidikan Nasional juga merupakan sebuah sistem yang kompleks, dimana sumber-sumber masukan dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan nasional dapat berupa informasi, energi atau tenaga dan bahan-bahan.
Contoh : tergambar dalam Sistem Pendidikan Nasional dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Pendidikan Nasional di bawah ini.



Terdapat dua jenis masukan dalam bentuk informasi, yaitu informasi produk dan informasi operasional. Informasi produk berupa kualitas dan kuantitas peserta didik. Kualitas peserta didik meliputi identitas, latar belakang keluarga (termasuk sosial ekonomi), kemampuan, minat, dan sebagainya. Kuantitas peserta didik menyangkut jumlah keseluruhan peserta didik dalam umur siap sekolah dan mempunyai kebutuhan untuk mengikuti kegiatan pendidikan. Jumlah keseluruhan peserta didik  tersebut menurut kesatuan wilayah baik provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa.
Sedangkan informasi operasional berupa sumber daya kependidikan, penghasilan nasional, penghasilan perkapita, ilmu, seni, teknologi, cita-cita nasional dan segala barang dan peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan pendidikan. Di samping itu, juga termasuk informasi lingkungan meliputi sistem bio-sosial, sistem sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik.
Adapun masukan dalam bentuk energi atau tenaga adalah energi manusia yang meliputi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan baik peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan. Di samping itu, diperlukan energi bukan manusia berupa listrik, gas, bensin, dan sebagainya yang dapat dipergunakan sebagai peralatan pendidikan dan administratif dalam melancarkan operasional pendidikan dan administrasi.
Masukan berupa bahan-bahan adalah sumber-sumber Sistem Pendidikan Nasional non-manusia seperti kurikulum, buku pelajaran, sarana dan prasarana pendidikan dan administrasi, teknologi pendidikan, bangunan dan sebagainya. Di samping itu, termasuk masukan berupa penghasilan nasional dan penghasilan per kapita yang tersedia untuk membiayai seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selanjutnya, proses dalam sistem pendidikan nasional meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
  1. Tujuan pendidikan, yaitu sesuatu hal yang diharapkan dapat dicapai sepanjang proses. Tujuan pada akhir keseluruhan proses adalah tujuan umum atau tujuan nasional pendidikan. Sedangkan untuk sampai pada akhir proses, terdapat sederatan tujuan yang disebut tujuan khusus. Tujuan-tujuan ini berfungsi sebagai pengarah operasional kegiatan pendidikan.
  2. Organisasi Pendidikan, yaitu keseluruhan tatanan hubungan antar bagian-bagian dan antar unsur-unsur dalam sebuah kesatuan sistem pendidikan nasional.
  3. Masa Pendidikan, yaitu jangka waktu kelangsungan seluruh kegiatan di sebuah satuan pendidikan.
  4. Prasarana Pendidikan, yaitu segala hal yang merupakan penunjang terselenggaranya proses pendidikan dalam sistem pendidikan nasional.
  5. Sarana Pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pendidikan.
  6. Isi Pendidikan, yaitu semua hal atau pengalaman yang perlu dipelajari oleh peserta didik.
  7. Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan (guru, pustakawan, teknolog pendidikan, dan sebagainya).
  8. Peserta didik, yaitu semua anak, remaja, dan orang dewasa yang terlibat dalam proses pendidikan.
Kemudian, hasil dari proses pendidikan dapat digambarkan sebagai sejumlah orang-orang terdidik dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang secara optimal dapat dicapai oleh setiap orang. Pada akhirnya setiap individu mampu terus belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor secara maksimal, menjadi anggota masyarakat yang baik dalam berperan sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan warga negara, dan menjadi hamba Tuhan yang beriman dan bertaqwa.
Menurut Peter Senge, penyelenggaraan suatu sistem pendidikan di sebuah negara dapat digambarkan ke dalam sebuah nested system yang sistematis dan sistemik. Sistem instruksional merupakan dasar yang sangat penting dari semua komponen sistem pendidikan dan berdampak pada sistem keseluruhan. Hal ini dikarenakan, sistem instruksional atau level ruang kelas menjadi tempat pertemuan utama sebuah sistem dengan komponen ”masukan” yaitu peserta didik. Level inilah yang akan menentukan apakah tujuan pendidikan (umum dan khusus) dapat dicapai secara efektif dan efisien.














Nested system di atas dapat diperjelas dengan peran masing-masing sistem dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
National System
Menentukan peraturan, regulasi, standar dan pembiayaan
District System
Implementasi kebijakan, baik berupa personel, kurikulum, fasilitas, dan biaya
School System
Bertanggung jawab mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mendukung dan melakukan supervisi terhadap implementasi kurikulum dan kegiatan instruksional
Instructional System
Bertanggung jawab atas tercapainya kompetensi (pengalaman belajar) dan mengembangkan potensi-potensi peserta didik.
Sedangkan global system menjadi bagian yang tidak berdampak langsung terhadap sistem pendidikan nasional, namun keberadaannya secara perlahan-lahan mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem pendidikan nasional. Sebagai contoh, pilar-pilar pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO (Learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together), lahirnya SEAMOLEC atau jaringan sistem belajar jarak jauh mampu memberikan perubahan terhadap sistem pendidikan nasional dan masih banyak lagi perkembangan global yang harus dipertimbangkan secara kritis dan tepat untuk kepentingan sistem pendidikan nasional.

6. Apakah yang dimaksud dengan management change ? dan berikan contohnya!
·         Pengertian
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut
·         Tujuan dan Manfaat
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasen akan pelayanan yang berkualitas
·         Tipe Perubahan
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
(1)  Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
(2)  Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
(3)  Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.

Tidak ada satupun pendekatan yang sesuai untuk Manajemen Perubahan.  Metoda-metoda yang digunakan untuk komunikasi, kepemimpinan, dan koordinasi kegiatan harus disesuaikan dalam menemukan kebutuhan masing-masing situasi perubahan. 
Beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan untuk mengakses jenis-jenis perubahan yang ditemukan dalam organisasi adalah:
1.    Apakah perubahan itu bersifat siklis ?
2.    Apakah para karyawan mengantisipasi perubahan ini ?
3.    Apakah perubahan itu berarti terjadi pergerakan dari rutinitas ke lainnya ?
Jika jawabannya “ya”, berarti terjadi perubahan rutinitas
4.    Akankah perubahan tersebut memberikan jalan yang lebih baik dalam pelaksanaan aktivitas saat ini ?
5.    Apakah perubahan mempertinggi intensitas kegiatan yang ada ?
Jika jawabannya “ya”, berarti terjadi peningkatan perubahan
6.    Apakah perubahan merupakan pendekatan baru secara keseluruhan atau sebuah ide untuk organisasi ?
7.    Apakah perubahan tersebut memerlukan pemikiran ulang dari prosedur-prosedur organisasi saat ini ?
Jika jawabannya “ya”, berarti terjadi sebuah perubahan inovatif
·         Langkah-Langkah Manajemen Perubahan
1.    Identifikasi Tipe Perubahan
Ketika anda harus memanaj perubahan, pertama-tama  perlu mengidentifikasi tipe dari perubahan tersebut.
Contoh : anda sebagai kepala keperawatan/kebidanan memperkenalkan standar baru tentang kerja keras.
a.    Tipe Peningkatan Perubahan
Seperti penggunaan waktu secara moderat, ini akan memerlukan waktu untuk mencapainya, karena kebiasaan buruk dari staf. Untuk mencapai sukses akan memerlukan manajemen waktu untuk memonitor secara reguler.
b.    Tujuan dari Standar :
(1)  Setiap staf perawat dan bidan harus selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasen (dewasa maupun anak-anak)
(2)  Penyebaran penyakit dan infeksi silang akan berkurang dengan tindakan ini
(3)  Staf akan menerima tanggung jawab klinis dari standar ini
c.    Beberapa Pernyataan tujuan yang lebih Spesifik lagi dapat berupa :
Mengurangi infeksi dengan cara staf melakukan cuci tangan 
2.    Identifikasi Tujuan Perubahan
Tugas kedua adalah mengidentifikasi tujuan-tujuan perubahan. Kemudian merencanakan tujuan-tujuan tersebut secara jelas dan memberikan batasan antara waktu dengan perubahan mana yang dapat diterima.
Kesulitan perubahan, adalah upaya lebih lanjut yang harus dimasukkan dalam perencanaan tujuan. Perencanaan tujuan mengklarifikasi kebutuhan akan situasi dan meningkatkan ketelitian respon. Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih, dalam manajemen perubahan.  Kejelasan tujuan memberikan arahan dan petunjuk dalam mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan membuat perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang spesifik akan mengurangi pemborosan waktu dan upaya. 
·         Tahap_tahap manajemen perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan.  Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.   Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik. 
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Suatu perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama.
Jika pimpinan manajemen perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk memahami dan menghandel emosi  secara benar. 
Contoh aplikatif yang  bisa kita lakukan adalah bagaimana kita membuat suatu perubahan, dalam organisasi kita, yang menggambarkan setiap jenis perubahan: rutinitas, peningkatan dan inovatif.  Indikator bisa bermacam-macam dan dapat diletakkan dalam table seperti dibawah ini.






Dampak
Perubahan

Jenis – jenis Perubahan

     Rutinitas

Peningkatan
Inovatif

Anggaran tahunan baru dalam Rupiah
Standar baru dalam ruangan/unit
Seri baru dalam komunitas
Waktu



Gambaran



Kebutuhan waktu



Manajemen waktu




7. Mengapa mutu pendidikan Negara kita masih rendah ?
            Ada banyak penyebab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang ada di Negara kita adalah :     
·         Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi generasi bangsa.
lemahnya peran keluarga untuk memberikan perhatian dan motivasi kepada anak-anaknya dalam menempuh pendidikan di sekolah. Karena umumnya anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarga. Di sinilah kekeliruan kita sering terjadi. Orang tua selalu menyerahkan tanggung jawab pendidikan dan kemajuan anak kepada guru di sekolah. Padahal guru tidak sepenuhnya mengetahui tentang kondisi dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh murid-muridnya di sekolah (di kelas). Seharusnya orang tua memiliki andil untuk ikut mendidik dan mengajarkan sebagian ilmu yang dimilikinya kepada anak-anaknya saat di rumah. Orang tua selain berkewajiban memberikan nafkah, perhatian dan kasih-sayang, juga berkewajiban memberikan motivasi dan arahan kepada anak-anaknya untuk selalu giat belajar demi masa depannya kelak.
Di sinilah seharusnya peran keluarga (orang tua) harus kembali difungsikan. Keluarga (orang tua) harus dapat bertindak sebagai pemerhati, pengawas, pengarah, penasihat dan juga pendidik yang baik, di samping sekolah. Sehingga terjalin kerja sama yang baik antara sekolah, murid dan keluarga (orang tua).

·         permasalahan ekonomi
Tingginya kemiskinan di Indonesia disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia karena Sumber Daya Manusia dibentuk melalui pendidikan. Hal itu disampaikan oleh Slamet S Sarwono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya (UAJY), di sela-sela seminar yang digelar oleh Pusat Studi Bahasa UAJY, (Kamis, 04 Februari 2010). Ia menjelaskan, jumlah wirausaha di suatu negara tidak menjadi tolok ukur dalam menilai tingkat kemiskinannya. (News Paper Jum’at 05 Februari 2010)
Bercermin pada pendidikan di Indonesia, kualitas pendidikan Indonesia termasuk rendah di ASEAN. Masalah kemiskinan di Indonesua tidak hanya dilihat dari rendahnya jumlah wirausaha, tapi rendahnya kualitas pendidikan secara keseluruhan, kata beliau.
·         Biaya pendidikan yang tinggi.

Barangkali bagi sebagian kalangan, faktor biaya ini menjadi pertimbangan paling utama dalam memutuskan sekolah yang dipilih, terutama bagi masyarakat yang secara ekonomi kelas menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang ditarik pihak sekolah secara umum terdiri iuran SPP, bantuan pembangunan/gedung, seragam, buku, praktikum dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah-sekolah yang dianggap favourit, unggul maupun plus biasanya juga akan memasang biaya pendidikan yang tidak murah.

·         sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang
Namun semua ini belum cukup, jika tidak ditunjang dengan kualitas pendidikan yang baik seperti kualitas guru yang mengajar. berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu guru di sekolah. Termasuk dengan melakukan penataran, pelatihan tenaga pengajar, hinggga program sertifikasi guru untuk menyuntikkan semangat kepada kaum guru guna meningkatkan kemampuan keilmuannya.

·         Kurang tersedianya sarana dan prasarana sekolah
Untuk mewujudkan kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga masyarakat, khususnya pada jenjang pendidikan dasar, harus dimulai dengan menyiapkan sarana prasarana sekolah, seperti gedung dan segala fasilitas pendidikan lainnya, adalah hal yang sangat menentukan jika kita menginginkan sebuah pendidikan yang berkualitas. Bagaimana bisa belajar dengan tenang, kalau sarana tidak mendukung.
Dengan talangan dana DAK Rehabilitasi gedung sekolah dari pemerintah pusat dan daerah, porsi dana lebih besar dan lebih banyak sekolah dasar yang direhabilitasi, tentunya berdampak pada percepatan rehabilitasi sekolah yang selama ini kondisinya memprihatinkan.

·         anak tidak diberi kebebasan untuk mengembangkan kreatifitas dan kemampuannya.
Pada 1992, laporan bank dunia yang mengacu pada kajian IAEA (International Association for the Evaluation for education Achievement) di kawasa asia timur telah menyebutkan rendahnya mutu pendidikan kita. Yaitu dalam keterampilan membaca. Murid kelas 4 SD indonesia menempati paling rendah dengan skor tes 51,7; lebih rendah jika dibandingkan dengan skor tes anak-anak hongkong 75,5, singapore 74,0 dan thailand 65,1. yang dekat nasibnya dengan anak-anak indonesia adalah filipina 52,6. Anak kita ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan sulit sekali menjawab soal-soal dalam bentuk uraian yang menuntut kegiatan penalaran. (Magazine On Line Minggu 22 Maret 2009)
·         Masih banyak anak yang putus sekolah
Dan tidak sampai di situ saja tapi di daerah-daerah sudah dilaksanakan pendataan anak-anak yang putus sekolah, seperti yang dilakukan oleh pemerintah daerah surabaya pada selasa 13 April kemaren. Hal ini sangat membantu warga dan anak-anak dalam meningkatkan kualitas belajar dan bisa menumbuhkan semangat belajar bagi anak-anak yang putus sekolah. (Dana Pendidikan Blog Spots 2009)
Kepala Subdirektorat Analisis Konsistensi Statistik, BPS Dalam Pidato Kenegaraan beberapa waktu lalu, presiden mengumumkan RAPBN tahun 2008. Satu hal yang perlu dicermati dari pidato itu adalah menurunnya alokasi anggaran untuk pendidikan. Tercatat, pada tahun 2007 alokasi anggaran untuk pendidikan sekitar 11,3 persen dari APBN, sedangkan pada tahun 2008 turun menjadi 10,9 persen dari RAPBN. Menurunnya alokasi anggaran itu cukup memprihatinkan, sebab akan berdampak buruk tidak hanya bagi perkembangan pendidikan, tapi juga pembangunan manusia di Tanah Air.        
Posted on Maret 24, 2010 by midempelan. JAKARTA Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan pemerintah terus berusaha membuat pendidikan makin terjangkau, khususnya bagi masyarakat kelas ... Sekitar 2.000 siswa di Bengkulu setiap tahun mendapat beasiswa dari pemerintah. Selain berprestasi, siswa yang mendapat beasiswa juga berasal dari keluarga tidak mampu. Dana beasiswa bersumber dari APBN dan APBD.
Di tahun 2010 pemerintah sedang gemar melakukan investasi pendidikan, salah satu contohnya, 2,4 triliun sebagai dana abadi untuk pendidikan nasional yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan disimpan , dana abadi tersebut akan dialokasikan untuk mendanai anggaran beasiswa. Pilihan program beasiswa sebagai sasaran penggunaan dana abadi ini karena pemerintah ingin menunjukkan .

8. Bagaimana sarana dan prasarana yang ideal ?
·         Gedung dan fasilitas.

Komponen pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan prasarana yang mendukung. Mulai dari bangunan fisik, ruang kelas, taman, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga dan kesenian, arena bermain, kantin, perlengkapan kelas, sampai dengan alat peraga edukasi yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan bidang informasi dan teknologi, nampaknya bukan hal yang baru sebuah sekolah memiliki fasilitas akses jaringan internet dan website sendiri, dimana setiap
stake holders dapat berinteraksi dan berkomunikasi di dunia maya.

Hal ini, akan sangat membantu bagi orang tua untuk memantau perkembangan putra-putrinya secara cepat tanpa harus secara fisik datang ke sekolah. Dengan didukung sarana dan prasarana yang baik, diharapkan semua peserta didik dapat belajar secara enjoy, nyaman, dan betah. Sekolah diibaratkan sebagai rumah kedua bagi anak-anak, sehingga sekolah yang baik mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan siswa. Hal yang perlu diperhatikan juga mengenai rasio jumlah siswa dengan luas ruangan kelas serta fasilitas pembelajaran yang lain.

·         Lokasi sekolah dan lingkungan.

Lokasi yang dimaksud dapat dipandang dari jarak sekolah ke rumah, lingkungan sekitar dan sarana transportasinya. Bisa dibayangkan seorang anak harus bangun pagi-pagi sekali karena letak sekolahnya jauh. Tentu ia pulang dalam keadaan lelah karena jarak yang ditempuhnya memakan waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi kemacetan lalu lintas, bisa dimungkinkan sering terlambat pulang
maupun masuk sekolahnya.


Adapun Standar Sarana dan Prasarana menurut pemerintah adalah sebagai berikut :
·         Persyaratan minimal tentang sarana :
Perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, BHP.
·         Persyaratan minimal tentang prasarana
R. kelas, R. pimpinan satuan pendidikan, R. pendidik, R. tata usaha, R. perpustakaan, R. laboratorium, R. bengkel kerja, R. unit produksi, R. kantin, instalasi dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi.
Untuk lebih jelasnya sarana dan prasarana pendidikan yang harus ada di setiap sekolah dapat dilihat berdasarkan jenis dan komponennya, sebagai berikut :

Jenis Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan dapat digolongkan sebagai berikut:[12]
1.    Ditinjau dari fungsinya terhadap Proses Belajar Mengajar (PBM)
a.    Berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Contoh: tanah, halaman, pagar, tanaman, gedung/bangunan
b.    Berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM, seperti alat pelajaran, alat peraga, alat praktek dan media pendidikan.
2.    Ditinjau dari jenisnya terhadap proses belajar mengajar (PBM)
a.    Fasilitas fisik atau fasilitas material yaitu segala sesuatu yang berwujud benda mati atau dibendakan yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha, seperti kendaraan, mesin tulis, komputer, perabot, alat peraga, model, media, dan sebagainya.
b.    Fasilitas nonfisik yakni sesuatu yang bukan benda mati, atau kurang dapat disebut benda atau dibendakan, yang mempunyai peranan untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha seperti manusia, jasa, uang.
3.    Ditinjau dari sifat barangnya terhadap proses belajar mengajar (PBM)
a.    Barang bergerak atau barang berpindah/dipindahkan dikelompokkan menjadi barang habis-pakai dan barang tak habis pakai.
1) Barang habis-pakai ialah barang yang susut volumenya pada waktu dipergunakan, dan dalam jangka waktu tertentu barang tersebut dapat susut terus sampai habis atau tidak berfungsi lagi, seperti kapur tulis, tinta, kertas, spidol, penghapus, sapu dan sebagainya. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 225/MK/V/1971 tanggal 13 April 1971).
2) Barang tak-habis-pakai ialah barang-barang yang dapat dipakai berulang kali serta tidak susut volumenya ketika digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, tetapi tetap memerlukan perawatan agar selalu siap-pakai untuk pelaksanaan tugas, seperti mesin tulis, komputer, mesin stensil, kendaraan, perabot, media pendidikan dan sebagainya.
b.    Barang tidak bergerak ialah barang yang tidak berpindah-pindah letaknya atau tidak bisa dipidahkan, seperti tanah, bangunan/gedung, sumur, menara air, dan sebagainya.

Sedangkan jenis-jenis prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
a.    Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan, dan ruang laboratorium.
b.    Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Beberapa contoh tentang prasarana sekolah jenis terakhir tersebut di antaranya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.



Komponen Sarana dan Prasarana Pendidikan
1.    Lahan
Lahan yang di perlukan untuk mendirikan sekolah harus di sertai dengan tanda bukti kepemilikan yang sah dan lengkap (sertifikat), adapun jenis lahan tersebut harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a)     Lahan terbangun adalah lahan yang diatasnya berisi bangunan
b)    Lahan terbuka adalah lahan yang belum ada bangunan diatasnya.
c)    Lahan kegiatan praktek adalah lahan yang di gunakan untuk pelaksanaan kegiatan praktek.
d)    Lahan pengembangan adalah lahan yang di butuhkan untuk pengembangan bangunan dan kegiatan praktek.

Lokasi sekolah harus berada di wilayah pemukiman yang sesuai dengan cakupan wilayah sehingga mudah di jangkau dan aman dari gangguan bencana alam dan lingkungan yang kurang baik.

  1. Ruang
Secara umum jenis ruang ditinjau dari fungsinya di kelompokkan dalam :
a)    Ruang pendidikan
Ruang pendidikan berfungsi untuk menampung proses kegiatan belajar mengajar teori dan praktek antara lain :
1)      Ruang teori sejumlah rombel
2)      Ruang perpustakaaan
3)      Ruang Laboratorium
4)      Ruang kesenian
5)      Ruang Olah raga
6)      Ruang keterampilan
b)    Ruang administrasi
Ruang Administrasi berfungsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan kantor. Ruang administrasi terdiri dari :
1)      Ruang kepala sekolah
2)      Ruang tata usaha
3)      Ruang guru
4)      Gudang

c)    Ruang penunjang
Ruang penunjang berfungsi untuk menunjang kegiatan yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar antara lain :
1)      Ruang Ibadah
2)      Ruang serbaguna
3)      Ruang koperasi sekolah
4)      Ruang UKS
5)      Ruang OSIS
6)      Ruang WC/ kamar mandi
7)      Ruang BP

  1. Perabot
Secara umum perabot sekolah mendukung 3 fungsi yaitu : fungsi pendidikan, fungsi administrasi, fungsi penunjang. Jenis perabot sekolah di kelompokkan menjadi 3 macam :
a.       Perabot pendidikan
Perabot pendidikan adalah semua jenis mebel yang di gunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar. Adapun Jenis, bentuk dan ukurannya mengacu pada kegiatan itu sendiri.
b.      Perabot administrasi
Perabot administrasi adalah perabot yang di gunakan untuk mendukung kegiatan kantor. jenis perabot ini hanya tidak baku / terstandart secara internasional
c.       Perabot penunjang
Perabot penunjang adalah perabot yang di gunakan / di butuhkan dalam ruang penunjang. seperti perabot perpustakaan, perabot UKS, perabot OSIS dsb.
d.      Alat dan Media Pendidikan
Setiap mata pelajaran sekurang – kurangnya memiliki satu jenis alat peraga praktek yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan pembelajaran, sehingga dengan demikian proses pembelajaran tersebut akan berjalan dengan optimal.

  1. Buku Atau Bahan Ajar
Bahan ajar adalah sekumpulan bahan pelajaran yang di gunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar. Bahan ajar ini terdiri dari :
a.       Buku Pegangan
Buku pegangan di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai acuan dalam pembelajaran yang bersifat Normatif, adaptif dan produktif.
b.      Buku Pelengkap
Buku ini di gunakan oleh guru untuk memperluas dan memperdalam penguasaan materi
c.       Buku Sumber
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik untuk memperoleh kejelasan informasi mengenai suatu bidang ilmu / keterampilan.
d.      Buku Bacaan
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai bahan bacaan tambahan (non fiksi) untuk memperluas pengetahuan dan wawasan serta sebagai bahan bacaan (fiksi ) yang bersifat relatif.[13]

9. Buatlah evaluasi Program di unit kerja anda !
A.   Evaluasi Pelaksanaan Rencana strategis tahun 2006-2010
             Rencana Strategis dari SMK Negeri 6 tahun 2006 – 2010 adalah mewujudkan Peningkatan Sarana Fisik & Program Pembelajaran. Evaluasi yang telah dicapai atau dilalui oleh SMK Negeri 6 yaitu :

A. KEGIATAN RUTIN.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan program 2006-2010, maka dapat diukur dari pencapaian program rutin dan program sesuai batasan renstra. Intensitas kegiatan rutin salah satunya dapat diukur dari distribusi surat masuk yang diterima SMK Negeri 6  dan keluar yang dibuat. Dari agenda surat masuk dan keluar, agenda penerbitan surat keputusan dan agenda / notulen rapat selama satu tahun, menunjukkan data sebagai berikut :
Surat Keluar : 57 buah

Surat Masuk : 193 buah

Surat Keputusan : 33 buah

Rapat : 16 kali

Dari data tersebut menunjukkan bahwa untuk surat masuk rata- rata ada 16.1 surat perbulan, sedangkan surat keluar rata-rata 4.8 surat. Artinya setiap tiga hari diterima dua surat masuk, dan setiap minggu dikirim antara satu sampai dua buah surat keluar.

Dilihat dari produk hukum yang dapat dihasilkan selama tahun 2008 juga relatif besar, yakni sebanyak 33 (tiga puluh tiga) Surat Keputusan. Artinya setiap sembilan sampai sepuluh hari sekolah menerbitkan Surat Keputusan. Untuk pelaksanaan rapat-rapat sekolah, selama satu tahun telah dapat melaksanakan rapat kordinasi, rapat gabungan, rapat pleno sejumlah 16 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa Sekolah melaksanakan rapat 1.5 kali setiap bulan. Dari gambaran diatas dapat dijadikan sebagai salah satu parameter bahwa denyut kehidupan sekolah relatif aktif.

B. KEGIATAN PENCAPAIAN RENSTRA.

Kegiatan pencapaian renstra, meliputi :
1. Peningkatan Mutu Peralatan.
·          Bantuan pengadaan alat Career Center  Rp. 50.000.000,00
(lima puluh Juta Rupiah) Bantuan dari APBD I
·         Dana Pengadaan alat Praktek SMK  Rp. 108.108.000,00
(seratus delapan juta seratus delapan ribu rupiah)
·         Pengembangan Fasilitas  Rp. 14.400.000,00
(empat belas juta empat ratus ribu rupiah)
·         Bantuan SIM (Sistem Informasi Manajemen) Perpustakaan  (alat) Rp. 25.000.000.oo (dua puluh lima juta rupiah) Bantuan dari APBD I
·         Sarana Kantor  Rp. 40.522.000,00
(empat puluh juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah)
  
   2 . Peningkatan Kompetensi Tenaga UPT

Untuk meningkatkan tenaga guru, setelah melalui rangkaian seleksi administrasi (portofolio) dan pelatihan khusus telah dinyatakan lulus sertifikasi kompetensi guru sebanyak 31 orang
              
                   3. Peningkatan Mutu Manajemen

Peningkatan mutu manajemen, dilakukan dalam berbagai bentuk dan jenis kegiatan. Peningkatan mutu manajemen lebih difokuskan pada fasilitasi pelaksanaan kegiatan manajemen sekolah yang berimbas pada peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dan peningkatan mutu layanan publik lembaga.

                    4. Pembangunan Sarpras
Pembangunan Sarana Prasarana merupakan bagian dari pencitraan publik baik terhadap publik internal maupun eksternal. Publik internal diharapkan akan merasa nyaman dengan kondisi sarpras yang cukup memadai. Oleh karena itu sekolah selalu mengupayakan mewujudkan sarpras yang memadai. Pemenuhan sarpras yang dapat direalisasikan meliputi :

1 Dana Pengembangan Institusi Rp. 88.000.000,00 (delapan puluh delapan juta rupiah)
2 Bantuan Rehabilitasi Ruang Kelas Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) Bantuan APBD I
3 Rehab Kantor  Rp. 44.000.000,00 (empat puluh empat juta rupiah)

               5. Penegakkan Aturan

Penegakkan aturan sekolah menjadi salah satu kebijakan penting dalam rangka pembinaan kelembagaan, termasuk didalamnya pembinaan personil. Salah satu sisi penting dari penegakkan aturan  adalah :

a) Tertib Administrasi , yang dilakukan dalam bentuk penegakkan aturan melalui penetapan sistem regulasi, laporan, sistem pengangkatan/ pemberhentian, dll sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai standar pencapaian kinerja diantaranya adalah :

1) Penertiban agenda surat masuk / keluar
2) Penyelenggaraan rapat yayasan dan dokumentasi notula
3) Penerbitan Surat Pengangkatan guru/ karyawan yang tepat waktu
4) Penerbitan Regulasi sesuai AD/ART Yayasan
5) Penetapan pemberhentian pegawai sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku

b) Tertib Keuangan, yang diwujudkan dalam bentuk penegakkan manajemen keuangan, mulai dari pengajuan sampai dengan spj sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, termasuk sistem pemeriksaan. Beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai standar pencapaian kinerja diantaranya adalah :

1) Penertiban Regulasi keuangan
2) Penetapan Anggaran melalui rapat
3) Pencatatan keluar masuk anggaran secara tertib sesuai prosedur
4) Penyusunan spj sesuai dengan ketentuan
5) Pelaporan keuangan rutin dan insidental yang transparan, akuntabel dan tepat waktu

Hal menonjol dalam penegakkan aturan diantaranya adalah :
1) Mutasi 1 orang guru menjadi Toolman
2) Pemberhentian 1 karyawan karena melakukan pelanggaran berat
3) Pencopotan jabatan KTU

6. Peningkatan Jejaring Kerja.

               Jejaring kerja yang sudah dijalin dalam rangka pencitraan sebagai yayasan yang bermutu dan akuntabel sesuai visi, maka telah dapt dijalin jejaring kerja dengan berbagai institusi, baik keuangan, ketenagaan, pemerintahan, LSM, dan lain-lain. Beberapa jejaring kerja yang sudah dapat diraih adalah :
·          Keyayasanan Menjalin kerjasama dengan yayasan lain yang sejenis dalam rangka peningkatan mutu layanan Diantaranya : Yayasan Wiworotomo
·         Akses Bantuan Meningkatkan jaringan dengan semua lembaga bantuan baik pemerintah, LSM, maupun lembaga lainnya dalam rangka meraih akses bantuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan UPT Diantaranya : Pemkab, Pemprov, Depdiknas, DUDI
·         Ketenagaan Menjalin kerjasama dengan pemerintah, LSM, instansi/lembaga pengembangan, penjaminan mutu, dan perlindungan ketenagaan dalam rangka meningkatkan kualifikasi dan kompetensi pegawai. Diantaranya: Pemkab, Pemprov, Depdiknas, Jamsotek, JPKM, PGRI, BPD, Yokatta Disnaker, dll
·         Keuangan,  Menjalin kerjasama dengan dunia perbankan dalam rangka pembiayaan kegiatan baik yang insidentil maupun rutin dalam rangka menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan BRI, BPR Artha Perwira
·         Pembelajaran Meningkatkan kerjasama dengan dengan pemerintah, LSM, instansi/lembaga pengembangan, penjaminan mutu pembelajaran, dalam rangka menaikkan mutu proses /KBM di sekolah Din.Pendidikan, Dewan Pendidikan, MGMP, MKKS, LSP, DUDI

               7.  Pendirian Ikatan Alumni
                      Pendirian Ikatan Alumni yang semestinya sudah harus dilaksanakan pada tahun 2008, sampai akhir tahun 2010 ternyata belum dapat di realisasikan. Untuk itu pada tahun 2011-2016  harus menjadi bagian prioritas program.

8. Pemberdayaan Alumni

Jumlah alumni  setiap tahun relatif sangat besar. Pada saat sekarang setiap tahun dapat menamatkan sekitar 200 siswa. Disatu sisi, jumlah alumni yang sangat besar dapat menjadi bagian dari pencitraan lembaga untuk eksis dimasyarakat. Disisi lain apabila alumni tidak dapat di kelola secara baik, maka dapat berpotensi menjadi permasalahan, karena dapat menghasilkan penganggur yang sangat besar.

Untuk memberdayakan alumni, maka beberapa usaha yang sudah dilakukan anatar lain :
·         Membimbing siswa melalui program bimbingan karir di sekolah
·         Memberikan kemampuan lebih / ketrampilan tambahan kepada lulusan dalam bentuk life skill diluar kompetensi utama
·         Menyediakan program Career Center
·          Membuka program magang Jepang

               9.  MoU dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

MoU merupakan bentuk pengikatan kerjasama secara tertulis antara dua lembaga. MoU antar lembaga mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya peningkatan mutu dan kinerja lembaga. semakin banyak MoU yan dapat disusun oleh lembaga, maka akan makin terbuka kesempatan bagi lembaga untuk mengembangkan sayap kegiatan.

·         25 MoU dengan Prusahaan Otomotif
·         12 MoU dengan Perusahaan Elektronik MoU menampung Prakerin siswa
10. Buatlah suatu rencana strategis di lingkungan pekerjaan anda ( visi, misi, tujuan, strategis, sasaran dan program)

RENCANA STRATEGIS 2011-2014

A.   VISI
Menjadi SMK bertaraf Internasional untuk menghasilkan tamatan yang profesional, mandiri, dan kompetitif

B.   MISI
·         Meningkatkan kompetensi siswa yang siap memasuki dunia kerja di pasar Internasional;
·         Menghasilkan tamatan yang memiliki kecakapan hidup untuk membuka usaha mandiri;
·         Meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kerja kependidikan yang bersertifikasi;
·         Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran yang optimal; dan
·         Meningkatkan pelayanan untuk memenuhi kepuasan pelanggan
C.   TUJUAN
Secara umum tujuan pendidikan SMK Negeri 6 bermuara pada upaya pengembangan manusia yang beriman, bertaqwa, bermoral, berakhlak mulia, berilmu, profesional, dan Secara rinci tujuan itu adalah:
1. Membina dan mengembangkan mahasiswa untuk menjadi ilmuwan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan tenaga profesional lainnya yang beriman, bertaqwa, profesional, berkompetensi tinggi dan berwawasan kebangsaan.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga, dan seni.
3. Mendukung pengembangan kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan pendidikan dengan berperan sebagai kekuatan moral yang mandiri.
4. Mendukung pembangunan masyarakat yang religius, demokratis, cinta damai, cinta ilmu, dan bermartabat.
D.   ANALISIS KONDISI
Keberadaan SMK Negeri 6 menjadi sebuah Sekolah Rintisan Mandiri (SKM) membangkitkan tuntutan baru berupa kesiapan mental untuk lebih mampu memainkan peranan sebagai agen perubahan. Hal ini dikaitkan dengan fungsi pendidikan tinggi yang tidak saja berorientasi pada penciptaan perubahan pada tingkat mikro individual, tetapi juga pada tingkat makro dalam bentuk perubahan sosial menuju masyarakat madani yang berbasis pada nilai moral Pancasila, dan pertumbuhan ekonomi untuk menuju kualitas hidup yang lebih baik.
Pada dasarnya Renstra SMK Negeri 6 2011-2016 merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya dan disusun dengan memperhatikan perundang-undangan yang baru. Oleh karena itu penyusunan Renstra SMK Negeri  Negeri 6 2011-2016 bertitik tolak dari data dan informasi tentang tingkat capaian pelaksanaan Renstra SMK Negeri Negeri 6 2006-2010 serta permasalahan yang belum terpecahkan secara optimal dan perlu ditindaklanjuti.

KONDISI YANG DIHADAPI DAN DAMPAK LINGKUNGAN STRATEGIK
ANALISIS SWOT

No
PROGRAM
KEKUATAN (STRENGHT)
KELEMAHAN (WEAKNESS)
KESEMPATAN (OPPORTUNITY)
ANCAMAN (THREAT)
1
Kurikulum dan Pembelajaran
·         Jurusan memiliki kurikulum nasional (kurikulum 2004)
·         Jurusan memiliki kurikulum KTSP
·         Jurusan memiliki dokumen kurikulum selain kurikulum nasional dan KTSP
·         Jurusan memiliki media, alat peraga dan alat bantu lainnya yang cukup representatif
·         Jurusan mempunyai program Uji Kompetensi
·         Jurusan memiliki progran prakerin
·         Penyusunan perangkat mengajar yang selalu lambat dan cenderung diabaikan
·         Jurusan termasuk sekolah yang belum cukup akomodatif dalam menyalurkan minat-bakat siswa dalam kegiatan ekstra-kurikuler
·         Modul-modul pembelajaran yang kurang lengkap
·         Kurangnya usaha penelitian dan pengembangan untuk memperbaiki pembelajaran
·         Belum sinergisnya program antara mata diklat mata diklat normatif/adaptif sebagai pendukung program diklat produktif
·         Penggunaan bahasa asing yang masih lemah dikalangan instruktur maupun siswa
·         Kegiatan praktik siswa belum berorientasi secara individual
·         Siswa belum dilibatkan secara maksimal pada kegiatan UPJ jurusan
·         Jurusan diberi kewenangan cukup luas untuk mengembangkan kurikulum
·         Jurusan diberi kewenangan untuk membentuk program-program kompetensi unggulan

·         Standarisasi sekolah kejuruan yang semakain berat yang memberikan efek langsung pada jurusan
·         Perkembangan teknologi di dunia luar pendidikan yang jauh lebih pesat
2
Administrasi dan Manajemen
·         Jurusan memiliki administrasi sebagaimana administrasi sekolah dalam kapasitas areanya
·         Jurusan memiliki mekanisme kerja dan koordinasi antar subarea
·         Jurusan memiliki renstra sekolah
·         Jurusan memiliki Program kerja
·         Jurusan memiliki tata tertib penggunaan bengkel
·         Jurusan memiliki buku administrasi keuangan
·         Pertemuan atau rapat rutin jurusan yang masih kurang intensif

·         Progran otonomi jurusan yang dicanangkan oleh sekolah
·         Masyarakat dan orang tua siswa yang semakin kritis
·         Berbagai peraturan baik dari pemerintah maupun dari sekolah yang kurang tersosialisai
3
Organisasi dan Kelembagaan
·         Jurusan memiliki struktur organisasi yang jelas dan di SK  kan serta serta masing-masing jabatan diuraikan tugas kerjanya
·         Jurusan memiliki UPJ lengkap dengan susunan kepengurusannya dan administrasi pendukung

·         Juruan belum memiliki jalinan yang baik dengan institusi –institusi  pasangan
·         Siswa yang belum maksimal pemberdayaannya dalam ikut serta mengelola bengkel
·         Promosi UPJ  yang belum maksimal
·         Tenaga teknis UPJ yang belum tersertifikasi

·         Jurusan diberi kewenangan untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar sekolah guna mengembangkan diri
·         Jurusan yang berada pada sekolah yang cukup terpencil ditinjau dari informasi perkembangan sekolah-sekolah lainnya sehingga kurang mengetahui kemajuan yang telah dicapai oleh sekolah-sekolah kota
4
Sarana dan Prasarana
·         Jurusan memiliki ruang praktek yang cukup untuk pembelajaran
·         Jurusan memiliki peralatan praktek yang cukup lengkap
·         Jurusan memilik Gudang dan almari  bengkel guna penyimpanan alat/bahan praktek
·         Jurusan memiliki jaringan Internet yang dapat diakses 24 jam

·         Jurusan belum memiliki program pemeliharaan bengkel yang dapat dimonitoring dengan baik
·         Jurusan belum memiliki sistem pengairan yang baik
·         Jurusan belum memiliki instalasi udara tekan
·         Jurusan belum memiliki bengkel produksi sendiri yang representatif untuk memenuhi kebutuhan intern
·         Jurusan diberi kewenangan cukup besar untuk merencanakan kebutuhan sarana-prasarananya
·         Harga-harga peralatan teknik yang cenderung terus melambung
5
Ketenagaan
·         Jurusan mempunyai instruktur yang kompeten dibidangnya
·         Jurusan memiliki tenaga non kependidikan yang cukup baik (toolman)
·         Tenaga instruktur belum ada yang tersertifikasi oleh badan resmi sertifikasi
·         Diklat-diklat untuk instruktur yang difasilitasi sekolah maupun instansi yang lebih tinggi masih sangat kurang

·         Jurusan diberi kewenangan untuk mendatangkan guru tamu baik untuk instruktur maupun siswa guna mengembangkan keahlian
·         Jurusan diberi kewenangan mengadakan forum-forum maupun seminar ilmiah
·         Tuntutan dunia kerja untuk kualitas skill lulusan yang semakin tinggi
·         Etos kerja yang rendah
6
Pembiayaan dan Pendanaan
·         Jurusan diberi kewenangan pengelolaan keuangan dari dana Komite
·         Jurusan selalu dilibatkan dalam pengelolaan keuangan sekolah khususnya yang berkaitan dengan kegiatan praktek siswa
·         Jurusan memiliki mekanisme pengelolaan keuangan yang jelas dan akuntabel
·         Kemampuan pembiayaan sendiri yang diharapkan dari UPJ masih sangat lemah
·         Jurusan mempunyai kewenangan yang luas untuk mengembangkan UPJ
·         Bantuan-bantuan pemerintah
·         Peraturan-peraturan maupun JUKLAK JUKNIS tentang pengelolaan keuangan dari pemerintah yang belum banyak diketahui maupun dipelajari
·         Badan-badan suasta yang merupakan saingan UPJ jauh lebih dipercaya masyarakat untuk melaksanakan kegiatan produksi jasa
7
Peserta Didik
·         Jurusan selalu dilibatkan dalam proses penerimaan siswa baru
·         Minat masyarakat untuk masuk jurusan TPEL cukup besar
·         Jumlah Siswa TPEL cukup besar yaitu 252 orang
·         Imej masyarakt terhadap SMK yang masih dipandang sebelah mata sehingga input siswa masih kurang baik secara kualitas
·         Even lomba-lomba yang diikuti guna pengembangan minat bakat siswa masih sangat kurang
·         Promosi lulusan yang belum optimal
·         Pencitraan yang terus menerus tentang SMK
·         Narkoba
·         Teknologi IT yang cenderung vulgar
·         Pengaruh lingkungan yang buruk
8
Peran serta masyarakat
·         Jurusan mempunyai hubungan yang baik dengan beberapa DU/DI
·         Jurusan tidak mempunyai link secara langsung dengan orang tua atau wali siswa
·         Institusi DU/DI yang mempunyai hubungan baik dengan jurusan masih berstandar lokal
·         Jurusan dimungkinkan untuk membentuk paguyuban/ forum orang tua wali siswa sendiri
·         Kesadaran yang rendah daripada orang-tua wali siswa terhadap perkembangan pendidikan anaknya sendiri
9
Lingkungan dan Budaya Program Keahlian
·         Jurusan memiliki lahan yang cukup untuk penghijauan
·         Jurusan sudah meluluskan alumni-alumni yang cukup banyak
·         Jurusan belum memiliki procedur tetap pengelolaan lingkungan dan perawatan tanaman
·         Jurusan belum memiliki link secara langsung dengan alumni-alumni
·         Jurusan diberi kewenangan luas untuk perawatan lingkungannya
·         Kondisi tanah yang tidak subur dan berbatu
·         Belum adanya tanaman-tanaman kanopi
E. KEBIJAKAN DAN PROGRAM
1.    Kebijakan umum
               2011 – 2016 :
               Mewujudkan Peningkatan mutu, dan kredibilitas.
               2016 – 2020 :
               Mewujudkan SMK yang mengisi pasar international
2.Kebijakan Khusus
               1. Menerapkan manajemen mutu 
a)     Menyusun Rencana Strategis Lima Tahunan
b)    Menjabarkan Renstra dalam Program Kerja Tahunan
c)     Struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
d)    Setiap jabatan mempunyai Uraian Tugas dan Kriteria Unjuk Kerja yg jelas
e)     Menyusun Indikator Keberhasilan  bagi setiap kegiatan
f)     Mengevaluasi kegiatan untuk merancang program peningkatan mutu berikutnya.
g)    Setiap pimpinan sekolah, guru, dan staf melakukan Evaluasi Diri (pengukuran Unjuk Kerja)
h)   secara mandiri
i)     Menerapkan sistem Reward  dan Punishment  pada pimpinan sekolah, guru, staf, dan siswa.
2. Pengembangan Kurikulum
a)    Bersama dengan MN &  Adapt dan AdoptàMI menyusun kurikulum SMKN 6 DKI Jakarta
b)    Mewajibkan setiap peserta diklat mengikuti kegiatan Eks-Kul.
c)    Mengembangkan/mengasah jiwa kewirausahaan siswa dan guru melalui berbagai     kegiatan
d)    Menjadikan Diklat Agama & Pendidikan Jasmani sebagai media utama pembentukan     pribadi yang sehat jasmani & rohani.
3. Menerapkan KBK yg berorientasi Kecakapan Hidup
       Tujuan pembelajaran berorientasi pada penguasaan kecakapan yaitu
(a) Kecakapan proses penemuan;
(b) Kecakapan konsep keilmuan;
(c) Kecakapan aplikasi dan
(d) kecakapan sosialisasi.
       Proses pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Program pemelajaran terdiri dari materi pelajaran esensial yang minimal harus dikuasai siswa.
Melaksanakan PBM secara efektif, individual, dan ada waktu khusus untuk remidial.
Menyediakan ruang Self Access Study & software paperless exam.
Melakukan pengukuran yg mengacu pada KUK, dg mempertimbangkan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap, pada setiap akhir sub kompetensi.
Membangun SIM PENILAIAN secara komputerisasi
Pelaporan perkembangan siswa setiap 10 minggu.
4. Meningkatkan kemampuan Matematika
Menyusun urutan kompetensi
Belajar berkelompok/tutor sebaya.
Contoh-contoh yang dekat dg kehidupan sehari-hari.
Jangan sekali-kali menunjukkan/mempelajari subkompetensi yg berikutnya selama siswa belum paham betul subkompetensi sebelumnya.
Siapkan soal dalam 3 tingkat kesukaran, masing-masing tingkat 5 set soal, masing-masing set soal memuat seluruh KUK yang hendak diukur.
5. Menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa ke dua
Menuliskan rambu-rambu dalam 2 bahasa/lebih.
Pidato pembina upacara dalam 2 bahasa/lebih.
Pidato Bhs. Inggris dari siswa setiap upacara hari Senin.
Pengumuman-pengumuman dlm 2 bahasa/lebih.
English club
Belajar Berkelompok / Tutor Sebaya
Setiap guru masuk kelas wajib memberikan 5 kata bahasa Inggris yg berkaitan dengan pelajaran yg diampunya.
Setiap guru menghafal kalimat-kalimat baku yg biasa diucapkan di kelas dalam bahasa Inggris.
Guru & staf sebisa mungkin berbahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari.
Guru, staf, siswa mengikuti Regional TOEIC setiap tahun.

6. Mengembangkan sistem quality control dan quality assurance

Setiap kegiatan dan tugas dilaksanakan berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS).
Setiap kegiatan dan tugas selalu diukur tingkat ketercapaian dan penyimpangannya dengan menggunakan kuesioner.
Jaminan mutu pendidikan dicapai melalui pengendalian masing-masing komponen

7. Menciptakan atmosfir akademik yang nyaman dan kondusif
Tidak ada guru terbang; Guru stand by selama satu hari penuh dari jam 7.30 – 16.00.
Guru melayani kebutuhan siswa tidak dibatasi ruang dan waktu.
Guru & staf bekerja karena ikhlas mengharap ridho Tuhan.
Siswa belajar juga karena ikhlas mengharap ridho Tuhan.
Mewujudkan Learning Organization.
Menggunakan media pemelajaran yg bervariasi.
Moving Class.
Memfasilitasi minat dan bakat siswa.
Menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, indah, sehat dan aman.

8. Mengembangkan Sistem Rayonisasi Gugus Siswa
Peserta didik dari semua tingkatan dikelompokkan berdasarkan rayon tempat tinggal.
Setiap rayon gugus siswa membentuk pengurus dan dibimbing oleh Guru Pembimbing yang juga berfungsi sebagai Konselor.
Pembagian rapot dilaksanakan melalui Guru Pembimbing Rayon.
Setiap rayon memiliki kewajiban sebagai petugas upacara, menjaga kebersihan serta menjaga tertib & kedisiplinan sekolah. 
Setiap rayon mengembangkan kegiatan
(a) pengayaan akademik,
(b) kepedulian sosial dan
(c) kewirausahaan.

9. Mengasah spiritual, motivasi, dan entrepreneurship.
Siraman rohani selama 5 menit setiap pagi hari Selasa, Rabu, dan  Kamis.
Membina semua guru untuk mampu  memberikan motivation achievment.
Melibatkan murid dan guru dalam pengelolaan Unit Usaha Sekolah. 
Menggunakan hari Sabtu sebagai hari :
kuliah umum oleh guru tamu tentang kewirausahaan,
wawasan dunia kerja,
kesehatan, dsb.
       Pengayaan kegiatan ektra-kurikuler

10. Menegakkan kedisiplinan bagi seluruh warga sekolah.
Menyusun kesepahaman antara :
               -  orangtua dgn sekolah
               -  siswa  dgn sekolah
               -  guru & staf dgn pimpinan sekolah
Setiap pelanggaran dan prestasi diberi bobot score, dicatat di komputer untuk dilihat setiap saat.
Komputerisasi pencatatan pelanggaran dan prestasi.
Memberikan peringatan setiap akhir pelajaran secara terpusat melalui  pengeras suara di ruang-ruang.
Menerapkan keteladanan sebagai guru yang baik
Melibatkan OSIS dalam menegakkan kedisiplinan siswa





                                   
STRATEGI PENGEMBANGAN RSBI
Tahap Pembangunan/ Development 2009-2010
Tahap Pemantapan/ Establisment 2011-2012
Tahap Pertumbuhan/ Growing Up 2013-…
1
Penyusunan SBP
1
Pem,buatan Teaching Factory (Mini Market)
1
International Certified/International Recognized untuk siswa lulusan
2
Penerapan SMM ISO 9001:2000
2
Adopsi Kurikulum Internasional:
School Integration Program (SIP) between SMK6
Jakarta and Informatics
Academy Singapore
3
Pembangunan
Standar/Advance
Training Workshop
Program keahlian AK, AP. PJ, MM
3
Ada Orang Asing / Partner Asing
A. Student Exchange Dengan sekolah luar negeri
B. Darma guru asing
4
Upgrade Kompetensi Bahasa Inggris + Komputer bagi Guru dan TU
4
Sort Training Guru ke luar negeri
2
Penetrasi pasar tenaga kerja ke luar negeri bagi siswa lulusan
5
Peneraapan KBM Berbasis ICT
6
Penerapan KBM bilingual (Indonesia & Ibnggris) 5 matapelajaran Produktif
7
Self Access Study (SAS)

                                                                                                               

Daftar Pustaka

1.    Materi Pembinaan Profesi Pengawas Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007
2.    Rivai, Veithzal dan Sagala, E.J. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
3.     Rivai, Veithzal.  2009. Islamic Human Capital. Jakarta : Rajawali Pers.
4.    Rivai, Veitsal dan Murni, Sylviana, 2009, Education management : analisa teori dan praktik, Jakarta : Rajawali Pers.
5.    Abu Duhou Ibtisam, 2002, School based management (manajemen berbasis sekolah),UNESCO, Penerjemah: Noryamin Aini, Suparto, Penyunting: Achmad Syahid, Abas Aljauhari , Jakarta : Logos.
6.    Baedhowi, - (2004) Implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan: studi kasus di kabupaten Kendal dan kota Surakarta. Thesis.
7.    Materi Pembinaan Profesi Pengawas Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com
10. Kompas Online, 28 maret 2002


[1] Kompas Online, 28 maret 2002
[2] Materi Pembinaan Profesi Pengawas Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007
[3] Diambil dan adaptasi dari Materi Pembinaan Profesi Pengawas Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007) Sumber :http://akhmadsudrajat.wordpress.com
[4] Baedhowi, - (2004) Implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan: studi kasus di kabupaten Kendal dan kota Surakarta. UNSPECIFIED thesis, UNSPECIFIED.
[5] Ibid., hlm. 34-35
[6] Ibid., hlm. 88. Feiby Ismail Volume 5 Januari - Juni 2008 IQRA’ 5

[7] Nurkholis, op. cit., hlm. 89.
[8] Abu Duhou Ibtisam, School based management (manajemen berbasis sekolah),
UNESCO, Penerjemah: Noryamin Aini, Suparto, Penyunting: Achmad Syahid, Abas Aljauhari (Jakarta : Logos, 2002), hlm. 29-30.

[9] Ibid., hlm. 41-42 Feiby Ismail Volume 5 Januari - Juni 2008 IQRA’ 6

[10] Nurkholis, op. cit., hlm. 95.
[11] Ibid., hlm. 96-97. Feiby Ismail Volume 5 Januari - Juni 2008 IQRA’ 7

[12] http://hestichemistryunj.blogspot.com/2010/05/standar-sarana-dan-prasarana-pendidikan.html
[13] http://pandawacollections.blogspot.com/2010/11/manajemen-sarana-dan-prasarana.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar